Gitu Aja Kok Repot

Kutipan Novel Negeri 5 Menara

Kutipan Novel Negeri 5 Menara




“Belajar di sini tidak akan santai-santai. Jadi, niatkanlah berjalan sampai batas dan berlayar sampai pulau. Usahakan memberi percobaan yang lengkap. Ada yang tahu percobaan yang lengkap?” tanya Kiai Rais seakan bertanya kepada kami satu-satu. Kami semua diam dan menggeleng-gelengkan kepala.

“Seorang wali murid pernah memberi nasehat kepada anaknya yang sekolah di PM. Anakku, kalau tidak kerasan tinggal di PM selama sebulan, cobalah tiga bulan, dan cobalah satu tahun. Kalau tidak kerasan satu tahun, cobalah tiga atau empat tahun. Kalau sampai enam tahun tidak juga kerasan dan sudah tamat, bolehlah pulang untuk berjuang di masyarakat. Ini namanya percobaan yang lengkap.”
Kami mengangguk-angguk terkesan dengan perumpaman ini.

“Sebelum kita tutup acara malam ini, mari kita berdoa untuk misi utama hidup kita, yaitu rahmatan lil alamin, membawa keberkatan buat dunia dan akhirat,” ucap Kiai Rais sambil memimpin sebuah doa. Amin bergema meliputi udara aula ini.

“Dan sebelum beristirahat di kamar masing-masing dan memulai misi besar kalian besok pagi: menuntut ilmu, mari kita teguhkan niat dengan membaca Ummul Al-Qurann dan dilanjutkan menyanyikan bersama himne sekolah kita. Al-Fatihah… ”

Ingin lanjut membacanya ?? ... tenang. ambil buku digitalnya di bawah

Ambil Buku Digital

Kutipan isi Novel Rantau 1 Muara

Kutipan Novel "Rantau 1 Muara" karya Ahmad Fuadi





Aku tancapkan kunci dan kuakkan pintu itu tergesa-gesa. Macet. Tidak beringsut. Hanya anak-anak kunci lain yang ber goyang berdenting-denting. Aku lorotkan ransel tambunku yang seberat batu ke lantai, lalu aku miringkan badan dan aku sorong pintu ini dengan bahu. Bruk.

Daun pintu  tripleks ber cat biru muara itu akhirnya bergeser dengan bunyi terseret. Engselnya merengek kurang minyak. Entah mengapa, di setiap ka mar kos yang aku pernah sewa di kota ini, ukuran rangka dan daun pintu jarang yang klop.

Aroma lembap seperti bau timbunan koran basah mengeru buti hidungku begitu pintu menganga. Di tengah gelap, tangan ku mencari-cari sakelar di pojok kamar. Bohlam usang itu me ngerjap-ngerjap beberapa kali seperti baru siuman dan lalu ber sinar malas-malasan, bagai protes minta diganti. Di bawah si nar lindap, aku melihat kamarku masih persis seperti waktu aku tinggalkan.

Dipan kayu dengan kasur busa yang kisut bersan ding dengan seonggok lemari plastik motif  bunga anyelir ungu yang sudah doyong ke kiri. Di sebelah pintu tegak sebuah rak buku kelebihan beban dari kayu murahan, made in Balubur.

”Assalamualaikum, ketemu lagi  kita,” sapaku iseng ke seisi ka mar. Tentulah tidak ada yang menjawab karena semua benda mati. Namun tiba-tiba aku meloncat kaget. Entah dari mana datangnya, bagai menjawab salamku, dua makhluk hitam ber bulu


Ingin Baca selengkapnya ? Tenang ... langsung saja ke buku digital. 

Ambil buku digital